SULTRACK.COM – Setiap perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) maupun Pilihan Kepala Daerah (Pilkada), Aparatur Sipil Negara dituntut untuk netral. Bahkan sikap netral ini sampai harus diwujudkan dalam larangan berpose ketika berfoto, termasuk kegiatan di ranah privat.
Namun bukan berarti ASN tidak bisa atau dilarang untuk menyalurkan hak pilihnya, pada saat Pemilu ataupun Pilkada nanti.
Dikutip dari laman bawaslu.go.id, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro menegaskan pentingnya netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pemilu 2024. Menurutnya ASN menjadi sektor yang sangat penting dalam Pemilu 2024 karena berkaitan dengan pelayanan terhadap publik.
ASN harus netral dalam memastikan calon dan partai politik memiliki kesempatan yang sama, mencegah intervensi yang tak adil, serta menjaga pemilihan yang setara bagi semua peserta. Selain itu, katanya, hal ini juga diperlukan dalam menjaga kepercayaan publik agar mencegah spekulasi bahwa pemilihan dipengaruhi oleh pihak tertentu.
“ASN juga harus netral karena menghindari penyalahgunaan sumber daya untuk tujuan politik, menjaga integritas kompetisi politik, dan melindungi kepentingan publik,” katanya saat menjadi pembicara dalam kegiatan Rakornas Pencegahan Pelanggaran Netralitas ASN Pemilu Serentak Tahun 2024.
Begitupun ditegaskan Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin, dilaman setneg.go.id bahwa netralitas ASN dalam Pemilu merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar.
“Saya kira netralitas sudah ada aturannya, ASN itu harus netral itu sudah jelas, tidak bisa ditawar lagi,” tegas Wapres.
Kemudian saat ditanya terkait kebijakan Kementerian Dalam Negeri dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang membolehkan ASN menjadi panitia penyelenggara Pemilu 2024, Wapres menuturkan bahwa hal tersebut tidak masalah.
Pertama, Wapres beralasan bahwa kebijakan tersebut hanya sementara dan untuk daerah-daerah dengan keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memenuhi kualifikasi sebagai panitia Pemilu, seperti daerah Terdepan, Terpencil, Tertinggal (3T).
“Keterlibatan ASN itu memang untuk daerah-daerah yang memang sulit untuk merekrut masyarakat sipil, sehingga ketika itu ada kesulitan, maka ASN ini menjadi semacam petugas ad hoc (sementara),” terangnya.
Alasan kedua, sambung Wapres, asas netralitas juga mengikat panitia penyelenggara Pemilu. Sehingga, seorang ASN yang menjadi panitia Pemilu akan tetap terjaga kewajiban netralitasnya.
“Sebagai penyelenggara (Pemilu) kan memang harus netral. Jadi kalau (menjadi) penyelenggara itu tidak harus kemudian dia tidak netral, tetap netral, dan sifatnya juga ad hoc nanti selesai dia kembali menjadi ASN,” pungkasnya.
Aturan Tentang Netralitas ASN
Sebagai informasi, ASN memiliki asas netralitas yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang ASN. Dalam aturan tersebut termaktub bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. ASN juga diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Sanksi Bagi ASN Tidak Netral
Dilansir dari bkn.go.id, ASN yang terbukti melakukan pelanggaran akan dijatuhi sanksi menurut UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS.
Adapun jenis sanksi bagi ASN yang tidak netral dalam pemilu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Sanksi dibagi menjadi dua, yaitu sanksi disiplin sedang dan sanksi disiplin berat.
Untuk sanksi sedang meliputi penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun, penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun.
Adapun sanksi berat meliputi penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan, dan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Editor : 54PU
Sumber : Berbagai Sumber
Discussion about this post