KENDARI, SULTRACK.COM – Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), sangat layak dijadikan tempat atau lokasi untuk investasi bagi para investor regional, nasional maupun internasional. Kelayakan investasi itu dapat dilihat dari sisi kondisi topografi, geologi, hidrologi dan klimatologi Sultra, Kamis (15/8/2024).
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Parinringi.
“Khusus untuk investasi sektor pertanian dalam arti luas, wilayah Sulawesi Tenggara sangat layak dijadikan lokasi investasi bagi para investor,” katanya.
Untuk kondisi topografi, mantan Pj Bupati Kolaka Utara (Kolut) ini menjelaskan bahwa menurutnya, topografi Sultra terdiri dari tanah berbukit hingga bergunung, yaitu kurang lebih 74 persen, sedang selebihnya datar sampai berombak sekitar 26 persen.
Secara umum topografi Sultra bergelombang, bergunung dan berbukit. Pada beberapa tempat terdapat dataran aluvial seperti Mowewe, Lainea, Ladongi dan lain-lain.
Berdasarkan kelas kemiringan lahan, maka kondisi topografi di Sultra dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Dataran Konaweha-Lahumbuti dengan luas kurang lebih 87.500 Ha
2. Dataran Rate-rate-Lambandia dengan luas kurang lebih 25.000 Ha
3. Dataran Waworamo-Punggaluku dengan luas kurang lebih 18.000 Ha
4. Dataran Tinanggea-Lakara dengan luas kurang lebih 17.000 Ha
5. Dataran Lalindu-Lasolo dengan luas kurang lebih 17.000 Ha
6. Dataran Konda dengan luas kurang lebih 14.000 Ha
7. Dataran Sampara dengan luas kurang lebih 14.000 Нa
8. Dataran Roraya dengan luas kurang lebih 10.000 Ha
9. Dataran Kolono dengan luas kurang lebih 4.000 Ha
10. Dataran Oko-oko-Tawai dengan luas kurang lebih 13.500 Ha
11. Dataran Kolaka-Pomalaa dengan luas kurang lebih 12.000 Ha
12. Dataran Watuputih dengan luas kurang lebih 7.000 На
Diantara gunung dan bukit-bukit, terbentang dataran-dataran yang merupakan daerah potensial untuk pengembangan sektor pertanian. Permukaan tanah pegunungan telah banyak digunakan untuk usaha.
Tanah ini sebagian besar berada pada ketinggian 100-500 meter di atas permukaan laut dan pada kemiringan tanah yang mencapai 40°.
Untuk kondisi geologis, Provinsi Sultra terbentuk akibat tumbukan (collition) dua buah lempeng besar yaitu lempeng benua yang berasal dari Australia dan lempeng Samudera yang berasal dari Pacific.
Akibat tumbukan tersebut, menurut Parinringi, maka wilayah Sulawesi Tenggara terdiri dari 3 grup utama batuan penyusunnya, yaitu:
1. Kompleks batuan malihan di Sulawesi Tenggara terdiri dari sekis, kuarsit, sabak dan marmer yang melampar dari Kolaka Utara hingga ke selatan membentuk pegunungan Tangkelemboke,Mendoke dan pegunungan Rumbia.
2. Kompleks ofiolit dan sedimen pelagic. Kompleks ofiolit Sulawesi Tenggara merupakan bagian dari lajur ofiolit Sulawesi Timur dimana diatasnya ditutupi oleh sedimen pelagic.
Kompleks ofiolit Sulawesi Tenggara didominasi oleh batuan ultramafik dan mafik yang terdiri dari harzburgit, dunit, werlit, lerzolit, websterit, serpentinit, dan piroksinit.
Sedangkan untuk batuan mafik terdiri atas gabro, basalt, dolerite, mikrogabro, dan amfibolit. Untuk batuan sedimen pelagic tersusun oleh batu gamping laut dalam dan sisipan rijang
3. Molasa Sulawesi tersebar luas dan umumnya menempati bagian Selatan dari jazirah Sulawesi bagian Tenggara. Molasa Sulawesi yang berada di Sulawesi Tenggara terdiri atas sedimen klastik dan sedimen karbonatan.
Sedimen klastik dari molasa Sulawesi terdiri atas Formasi Langkowala dan Formasi Boepinang. Sedangkan sedimen karbonat yang berasosiasi dengan batupasir adalah formasi eomoiko.
Untuk hidrologi, Sumber Daya Alam (SDA) Daerah Aliran Sungai (DAS) menyediakan berbagai kepentingan dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Sumber kehidupan yang tersedia mulai dari kebutuhan bahan makanan, air bersih, kayu dan berbagai jasa lingkungan yang mempunyai nilai melebihi nilai ekonomi SDA tersebut.
Menurut Parinringi, DAS Wanggu merupakan salah satu DAS prioritas di Sulawesi Tenggara, karena memiliki fungsi hidrologis.
Secara administrasi DAS Wanggu dibagi atas dua daerah otonom yaitu Kota Kendari (26,38 persen) dan Kabupaten Konawe Selatan (73,62 persen) dengan total luas 33.208 hektar (BPDAS Sampara, 2003).
Bagian hilir DAS Wanggu merupakan wilayah Kota Kendari, sedangkan hulunya merupakan Kabupaten Konawe Selatan.
Diluar penjelasan DAS, Parinringi juga mengungkapkan Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki beberapa sungai yang melintasi hampir seluruh Kabupaten/Kota.
Sungai-sungai tersebut pada umumnya potensial untuk dijadikan sebagai sumber energi, untuk kebutuhan industri, rumah tangga dan irigasi.
Daerah aliran sungai, seperti Daerah Aliran Sungai (DAS) Konaweha, DAS tersebut seluas 7.150,68 km2 dengan debit air rata-rata 200 m3/detik.
Terdapat tiga Kabupaten dan satu Kota yang mencangkup DAS ini yaitu Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Kabupaten Konawe, dan Kota Kendari.
Hulu sungai ini berupa pegunungan dengan kemiringan terjal. Sedangkan bagian tengah berupa dataran rendah berawa-rawa sehingga alur sungai berkelak-kelok dan berubah-ubah. Anak sungainya meliputi:
1. Sungai Aopa
2. Sungai Lahumbuti
3. Sungai Ameroro
4. Sungai Ambekairi
5. Sungai Anggalo
6. Sungai Ahilulu
7. Sungai Andolaki
8. Sungai Mokoseo
Selain itu, masih dapat dijumpai banyak DAS di Sultra dengan debit air yang besar, sehingga berpotensi untuk pembangunan dan pengembangan irigasi, seperti: Sungai Lasolo di Kabupaten Konawe, Sungai Roraya di Kabupaten Bombana (Kecamatan Rumbia dan Poleang), Sungai Wandasa dan Sungai Kabangka Balano di Kabupaten Muna, Sungai Laeya di Kabupaten Kolaka dan Sungai
Sampolawa di Kabupaten Buton.
Disamping sungai-sungai tersebut terdapat pula 2 rawa yang cukup besar, yaitu Rawa Aopa yang terdapat di Kabupaten Konawe Selatan dan Rawa Tinondo yang terdapat di Kabupaten Kolaka.
Editor: Redaksi
Discussion about this post