KENDARI, SULTRACK.COM – Kebenaran hanya milik Allah, manusia tempatnya salah dan khilaf, ungkapan tersebut disampaikan oleh Kepala KUPP Kolaka, Supriadi saat digelandang oleh Kejati Sultra, menuju mobil tahanan, Rabu (6/5/2025).
Kepala KUPP Kolaka, Supriadi resmi ditahan Kejati Sultra, usai ditetapkan sebagai tersangka belum lama ini, pada perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pertambangan di Kolut.
Kepala KUPP Kolaka, Supriadi ditetapkan tersangka bersama tiga orang lainnya dalam perkara dimaksud, yakni MM selaku Direktur Utama PT AMIN, MLY selaku Direktur PT AMIN, serta ES sebagai Direktur PT BPB.
Pada perkara korupsi pertambangan di Kolut tersebut, Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Kolaka, Supriadi, memiliki peran strategis hingga ditetapkan tersangka oleh Kejati Sultra.
Selain ungkapan tersebut diatas, Kepala KUPP Kolaka, Supriadi menyampaikan bahwa sampai hari ini, dirinya tidak bersalah.
“Sampai hari ini saya merasa tidak bersalah,” akunya.
Sementara, Kasi Penkum Kejati Sultra Dody mengatakan, hari ini Selasa, 5 Mei 2025, penyidik telah mengamankan Kepala KUPP Kolaka, Supriadi.
“Tersangka sudah di bawa ke Rutan Kendari dan selanjutnya akan ditahan selama 20 hari kedepan,” ungkap Dody.
Informasi yang dihimpun media ini, sebelum dilakukan penahanan, Kepala KUPP sebagai tersangka, juga bersama dengan tiga orang saksi lainnya yang diperiksa langsung oleh Kejati Sultra.
Adapun peran Kepala KUPP Kolaka, Supriadi hingga ditetapkan tersangka oleh Kejati Sultra, sebagai berikut, seperti diungkapkan oleh Asisten Pidana Khusus (Aspidsus), Iwan Catur Karwayan.
Peran Kepala KUPP, yakni terkait penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan persetujuan sandar dan berlayar kapal pengangkut ore nikel di Kolut.
“Supriadi atau SPI selaku Kepala KUPP Kelas III Kolaka, pada tanggal 3 Juli 2023, mengusulkan kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Laut, agar PT AMIN juga dapat ditetapkan sebagai salah satu pengguna Terminal Umum (Termum),” papar Iwan Catur.
Lanjutnya, meski usulan tersebut tidak kunjung disetujui. Akan tetapi Supriadi telah menerima sejumlah uang dalam setiap pemberian persetujuan berlayar, untuk tongkang-tongkang yang mengangkut ore nikel, menggunakan dokumen seolah-olah berasal dari wilayah IUP PT AMIN.
“Akibat penjualan ore nikel tersebut negara telah dirugikan sebesar Rp100 Milyar lebih, untuk nilai pasti kerugian negara masih dalam proses perhitungan oleh auditor. Namun taksiran Kejati Sultra diperkirakan kerugian diatas Rp200 Miliar,” pungkasnya.
Editor: Redaksi