KENDARI, SULTRACK.COM – Ketua Komisi III DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra), Hj. Suleha Sanusi, S.Pd., M.Si, kembali jadi sorotan di gedung parlemen, kali ini lewat surat keluar yang ditujukan kepada PT Tambang Matarampe Sejahtera (TMS), tertanggal 15 Agustus 2025.
Gimana tidak, tanda tangan Suleha Sanusi lewat sebuah surat keluar Sekretariat DPRD Sultra dinilai janggal, lantaran tidak sesuai aturan internal, bahkan disebut-sebut tak berwenang untuk menandatangani surat dimaksud, Rabu (10/9/2025).
Surat yang dikeluarkan Sekretariat dinilai tak sesuai aturan tata naskah dinas DPRD. Surat itu ditujukan kepada PT TMS. Di bagian kop surat tercantum Badan Kehormatan DPRD Sultra. Namun yang membubuhkan tanda tangan justru Ketua Komisi III DPRD Sultra, Hj. Suleha Sanusi, S.Pd., M.Si. Anehnya lagi, stempel yang digunakan adalah stempel Ketua DPRD Sultra.
Menanggapi hak itu, Ketua DPRD Sultra, La Ode Tariala, mengaku terkejut. Ia menegaskan, jika benar surat itu dikeluarkan oleh Sekretariat DPRD, maka jelas telah terjadi pelanggaran administrasi.
“Aturannya setiap surat keluar harus ditandatangani pimpinan DPRD, bukan Ketua Komisi. Saya juga kaget begitu tahu ada surat ini. Kalau terbukti, ini pelanggaran,” kata La Ode Tariala.
Bahkan dengan tegas, Ketua DPRD Sultra ini, berencana memanggil Sekretaris DPRD Sultra, La Ode Butolo, untuk memperjelas persoalan surat dimaksud.
“Saya akan cek kebenarannya. Mulai dari nomor surat hingga tata cara keluar surat,” ujarnya.
Isi surat itu sendiri tak kalah janggal. Dengan nomor B1529/100/My/pors, surat berjudul Pemberdayaan Masyarakat Adat dalam Rangka Partisipasi Pembangunan Daerah itu meminta PT TMS menghormati masyarakat adat pemilik lahan, menghindari aktivitas penggusuran tanpa koordinasi, dan memberi prioritas kepada kontraktor lokal. Di bagian akhir, surat bahkan mengutip pengarahan Presiden Prabowo Subianto soal pentingnya menghormati adat istiadat.
Perlu diketahui, Komisi III DPRD Sultra memang membidangi pertambangan, tetapi isi surat lebih menyerupai agenda pemberdayaan masyarakat adat yang bukan ranah komisi. Kian menimbulkan dugaan ada maksud terselubung di balik penerbitan surat tersebut.
Tanda tangan Suleha Sanusi juga mengundang tanda tanya besar. Mengapa ia berani membubuhkan tanda tangan atas nama DPRD, lengkap dengan stempel Ketua DPRD? Tariala menyebut tindakan itu bisa mencederai marwah lembaga.
“DPRD harus dijaga kehormatannya. Jangan sampai surat semacam ini dipakai untuk kepentingan yang tidak benar,” pungkas Laode Tariala.
Kini, publik menunggu langkah tegas pimpinan dewan. Apakah surat ini hanya salah prosedur, atau ada kepentingan politik dan ekonomi yang sengaja ditutupi?
Editor: Redaksi