KENDARI, SULTRACK.COM – Kerusakan lingkungan, konflik sosial hingga kesejahteraan masyarakat terus menjadi problem di Konawe Utara (Konut), dan itu semua diduga karena pertambangan. Hal itu diungkapkan seorang tokoh masyarakat Ir. Safrin yang juga pernah menjadi Anggota DPRD Kabupaten Konut.
Ir. Safrin menjelaskan bahwa betul Konut punya segudang sumber daya alam yang melimpah, ada hasil laut dan ada juga hasil bumi yang tidak kalah ‘sexy’ seperti nikel. Tapi, itu tidak berbanding lurus, karena nikel laut tercemar, nelayan susah dapat ikan.
“Karena nikel, sekolah digusur kualitas sumber daya manusianya bagaimana mi? Semua karena nikel. Ohh, sa lupa, karena nikel juga hujan sedikit saja langsung mi banjir,” keluhnya.
Safrin menegaskan bahwa pemerintah membuka karpet merah bagi investor, tetapi melupakan bahwa kepemilikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), tidak boleh menjadi senjata untuk menzalimi masyarakat, mengambil hak-hak masyarakat, bahkan banyak yang dikriminalisasi.
“Kita dibentur-benturkan sesama masyarakat. Sesama pejabat dan sesame investor bagaimana mi sama-sama terima beres. Kita ini di Konut mungkin bisa dibilang bagai ayam mati dilumbung padi,” ungkapnya.
Kini, salah satu wakil rakyat yang duduk di DPRD Provinsi tengah berjuang untuk membela masyarakat ada, justru malah ditakut takuti.
“Kami sebagai masyarakat di Konut bersyukur ada anggota DPRD Sultra yang mampu memperjuangkan kepentingan masyarakat, sekalipun berada pada posisi yang mungkin ada kekeliruan administratif,” tuturnya.
Safrin, yang mengaku memahami dinamika legislatif, menyatakan bahwa anggota dewan memiliki hak prerogatif dan imunitas, serta orientasinya adalah memperjuangkan kepentingan masyarakat secara politis, bukan terikat pada wilayah administratif teknis.
“Apa yang dilakukan Ibu Sulaeha itu 100% berada pada kepentingan masyarakat, masyarakat Konut akan berdiri di belakangnya. Daripada takut salah administrasi, lebih mulia berbuat kendati pun salah, asal memperjuangkan kepentingan masyarakat,” tambah Safrin.
Ia juga mempertanyakan keberpihakan anggota DPRD Sultra dan Konut lainnya. “Di mana anggota DPRD lain yang juga merupakan wakil dari Konut, saya salut pada Ibu Sulaeha ini,” tutupnya.
Sementara itu, DPD PDI Perjuangan Sultra telah menyatakan bahwa Sulaeha Sanusi tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik partai. Wakil Ketua DPD PDIP Sultra, Agus Sanaa, menegaskan bahwa langkah Sulaeha dilandasi itikad baik untuk memperjuangkan konstituennya.
“Kalau di Konut itu kan banyak perusahaan tambang yang mengelola tanah adat. Saya kira tidak salah jika perusahaan tambang yang menggali tanah adat ikut berkontribusi untuk kesejahteraan masyarakat adat setempat. PDIP sudah menegaskan yang bersangkutan tak melanggar etik,” pungkasnya.
Editor: Redaksi