KENDARI, SULTRACK.COM – Badan Koordinasi Badko Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sulawesi Tenggara (Sultra), mendesak Mahkamah Agung (MA) mencopot Ketua Pengadilan Negeri (PN) Unaaha, Kabupaten Konawe, Dian Kurniawati, atas dugaan pelanggaran kode etik, Senin (12/2/2024).
Dugaan pelanggaran kode etik tersebut mencuat, pasca Ketua PN Unaaha Dian Kurniawati menerima rombongan PT Virtue Dragon Nikel Indonesia dan PT Obsidian Stainless Stell (OSS) di ruang kerjanya, pada Jumat 26 Januari 2024 lalu.
Pertemuan kedua belah pihak itu dikuatkan dengan dokumentasi gambar dan video. Nampak Ketua PN Unaaha menyambut kedatangan para petinggi PT VDNI dan PT OSS.
Atas hal tersebut, maka Ketua PN Unaaha diduga telah dengan sengaja melakukan pelanggaran kode etik.
Kabid PTKP Badko HMI Sultra, Muh Andriansyah Husen menyoroti agenda pertemuan tersebut. Menurutnya Ketua PN Unaaha tak seharusnya menerima kunjungan para petinggi PT VDNI dan PT OSS. Pasalnya, kedua perusahaan tersebut hingga saat ini, menjadi salah satu pihak di banyak perkara perdata, baik yang sudah selesai maupun yang sedang berjalan.
Sehingga, lanjut aktivis yang populer dengan sapaan Binggo itu, dengan alasan apapun, pertemuan yang dilakukan Kepala PN Unaaha hendaknya tak boleh dilakukan, karena akan menimbulkan kesan berpihak kepada salah satu pihak berpekara dan merugikan pihak lainnya.
“Padahal, tugas pengadilan adalah menghadirkan putusan hukum yang seadil-adilnya bagi pihak dan masyarakat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Muh Andriansyah Husen menjelaskan, dalam Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2010 tentang penerimaan tamu di lingkungan Pengadilan menyebutkan, “dilarang menerima tamu dari pihak atau yang berkepentingan dalam suatu perkara yang belum, sedang atau sudah diperiksa dan diputus”.
Jika pun harus menerima tamu dari pihak yang berperkara, dalam aturan tersebut diperbolehkan dengan syarat dihadiri oleh kedua belah pihak yang sedang berperkara.
Binggo juga menambahkan, Dirjen Badan Peradilan Umum yang membawahi Pengadilan Negeri seluruh Indonesia telah mengeluarkan aturan terkait penerimaan tamu dalam Surat Edaran Nomor: 1/ DJU/SE/V/2012, yang menjelaskan bahwa pejabat dan pegawai diwajibkan menerima tamu di ruang tamu terbuka yang telah disediakan, dan tidak diperkenankan menerima tamu di ruang kerja masing-masing.
“Nah inilah yang menjadi pertanyaan besar, ada apa dengan Ketua PN Unaaha ini, kenapa terang-terangan melanggar aturan-aturan tersebut,” ungkapnya.
Olehnya itu, Muh Andriansyah Husen mendesak Mahkamah Agung segera memberikan sanksi tegas terhadap Ketua PN Unaaha.
“Sanksi tegasnya yah bisa berupa pencopotan. Dan saya fikir itu akan lebih baik, ketimbang menggadaikan marwah Pengadilan Negeri,” tegasnya.
Untuk diketahui, salah satu perkara PT. VDNI yang tengah bergulir di PN Unaaha, adalah perkara dengan Nomor 18/Pdt.G/2023 dan nomor 25/Pdt.G/2023.
Kode Etik Perilaku Hakim diatur dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI Dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009 yang di dalam pembukaannya jelas menyatakan.
“Pengadilan yang mandiri, netral (tidak memihak), kompeten, transparan, akuntabel dan berwibawa, yang mampu menegakkan wibawa hukum, pengayoman hukum, kepastian hukum dan keadilan merupakan conditio sine qua non atau persyaratan mutlak dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum.
Didalam aturan Kode Etik Hakim memuat 10 prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim diimplementasikan dalam 10 aturan perilaku sebagai berikut :
1. Berperilaku Adil
2. Berperilaku Jujur
3. Berperilaku Arif dan Bijaksana
4. Bersikap Mandiri
5. Berintegritas Tinggi
6. Bertanggung Jawab
7. Menjunjung Tinggi Harga Diri
8.Berdisiplin Tinggi
9.Berperilaku Rendah Hati
10. Bersikap Profesional.
Perbuatan Ketua Pengadilan Negeri Unaaha tersebut, secara terang-terangan dapat dipastikan melanggar peraturan internal institusi Mahkamah Agung, serta melanggar kode etik profesi hakim pada poin 1, 3, 4, 5, 7 atau setidaknya pada poin 4 yakni bersikap mandiri.
Dimana perbuatan tersebut sebagai Ketua Pengadilan sangat berpotensi menggerus kemandirian Pengadilan dalam memutus perkara, karena memberi ruang pertemuan untuk berinteraksi dan intervensi kepentingan dari salah satu pihak berperkara.
Selain itu, perbuatan Ketua PN Unaaha melanggar poin 5 KEPPH yakni berintegritas tinggi, dimana tindakannya secara pribadi tidak mencerminkan seorang hakim yang menjaga integritas dari upaya intervensi dari pihak lain.
Editor : Redaksi
Discussion about this post