KENDARI, SULTRACK.COM – Serikat Mahasiswa Pemerhati Keadilan Rakyat (SMPKR) menggelar aksi unjuk rasa di Markas Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra), Kamis (11/12/2025). Aksi ini merupakan unjuk rasa jilid II, setelah sebelumnya dilakukan di Mapolres Konawe.
Aksi tersebut merupakan tindak lanjut atas dugaan diskriminasi dalam proses penegakan hukum, serta adanya dugaan pungutan tidak sah oleh oknum penyidik Polres Konawe dalam penanganan kasus penggerebekan perjudian sabung ayam, Sabtu (12/12/2025).
Dalam aksinya, massa mendesak Polda Sultra agar segera mengevaluasi kinerja Kapolres Konawe beserta jajarannya yang dinilai gagal menegakkan hukum secara adil di tengah masyarakat. Selain itu, massa juga meminta Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Sultra untuk segera memeriksa Kasat Reskrim Polres Konawe beserta penyidik terkait, yang diduga melanggar Kode Etik dan Disiplin Polri.
Dugaan pelanggaran tersebut berkaitan dengan proses penyelidikan dan penyidikan yang dinilai diskriminatif, mulai dari penetapan tersangka hingga adanya dugaan pungutan tidak sah terhadap enam orang terperiksa yang dibebaskan.
Diketahui, pada Jumat, 7 November 2025 sekitar pukul 23.00 WITA, Polres Konawe melalui Kasat Reskrim AKP Taufik Hidayat bersama Tim Operasi Sikat Anoa 2025 melakukan penggerebekan terhadap dugaan praktik perjudian sabung ayam di Desa Watulawu, Kecamatan Amonggedo, Kabupaten Konawe.
Dalam operasi tersebut, polisi mengamankan delapan orang terperiksa, serta barang bukti berupa lima ekor ayam jenis Bangkok dan uang tunai sebesar Rp1 juta.
Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, M. Nur Sunandar, dalam orasinya menilai Kasat Reskrim beserta jajarannya tidak serius menuntaskan praktik perjudian sabung ayam di Kecamatan Amonggedo. Ia menyoroti bahwa pelaku utama berinisial Sugeng, yang diduga sebagai pemilik arena sekaligus pemilik rumah tempat berlangsungnya sabung ayam, hingga kini belum ditangkap dan masih bebas berkeliaran. Hal yang sama juga disoroti terhadap pemilik ayam yang tengah bermain saat penggerebekan.
“Kita menyoroti proses penyelidikan hingga penetapan tersangka yang dinilai sangat diskriminatif. Dari delapan orang terperiksa, hanya satu orang berinisial DK yang ditetapkan sebagai tersangka, sementara tujuh orang lainnya dibebaskan dengan alasan yang dinilai tidak jelas. Satu orang dibebaskan pada malam kejadian, sementara enam lainnya dibebaskan keesokan harinya,” bebernya.
Menanggapi aksi unjuk rasa tersebut, Polda Sultra melalui Bidpropam melakukan audiensi dan menerima seluruh aspirasi serta tuntutan massa. Bidpropam berjanji akan melakukan langkah-langkah terukur, serta mengarahkan massa aksi untuk segera melaporkan secara resmi melalui laman pengaduan resmi Polri agar dapat ditindaklanjuti dan mendapat atensi dari Mabes Polri.
Editor: Redaksi





























