KENDARI, SULTRACK.COM – Kasus pengrusakan lingkungan oleh PT Anugrah Grup (AG) di Desa Oko-oko, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, bukti ketidak seriusan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam memproses tindakan yang melawan hukum, Minggu (3/8/2025).
Dalam perkara tersebut, sebelumnya Gakkum dan Kejati telah menetapkan dua orang tersangka yaitu Direktur PT AG, Lukman dan Komisaris Anugrah Anca, beserta 17 unit alat berat disita. Namun dalam perjalanan APH hanya menjebloskan Lukman ke dalam jeruji besi, sedangkan Anugrah Anca hingga saat ini masih bebas berkeliaran.
Dilansir dari Detik.com Penyidik menjerat kedua Tersangka dengan Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp 3 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.
Hal tersebutpun menarik perhatian Aliansi Keadilan Rakyat (AKAR) Sultra untuk mengulik proses hukum yang tidak becus dilakukan oleh Ditjen Gakkum KLHK dan Kejati Sultra. Pasalnya sudah jelas-jelas dalam keterangan pers yang disampaikan Gakkum dan Kejati Sultra saat itu ditahun 2023, namun seiring berjalannya waktu ada yang berubah.
“Jadi berdasar berita yang beredar bahwa keduanya sudah ditetapkan tersangka, namun yang ditahan cuman Direktur sedang Komisaris Anugrah Anca lepas seakan tak tersentuh hukum” kata Kordinator AKAR Sultra, Eko Rama.
Lanjut Eko Rama, belum tuntasnya kasus yang bergulir sejak 2023 lalu ini AKAR Sultra menduga Gakkum KLHK dan Kejati Sultra ada kongkalikong dengan Anugrah Anca. Karena sampai saat ini Anugrah Anca sangat sering terlihat di Kota Kendari, bahkan terlihat menghadiri event-event yang terekspos oleh media.
“Ini sangat mencoreng nama Kejaksaan dimana Korps Adhyaksa saat ini sedang mendapatkan kepercayaan publik yang tinggi oleh masyarakat, tapi itu seakan sirna dikasus pengrusakan lingkungan oleh aktivitas pertambangan PT AG di Desa Oko-oko,” katanya.
Dugaan AKAR Sultra ini, bukan hanya isapan jempol belaka namun ada fakta yaitu tidak ditahannya Anugrah Anca oleh Gakkum KLHK dan Kejati Sultra.
“Dan saya pantau dibeberapa pemberitaan media yang terus menyoroti kasus ini, Gakkum dan Kejati Sultra saling lempar atas perkara tersebut,” tambahnya.
Hingga Saat ini sambung Eko, berhentinya penyidikan di tubuh Kejati Sultra dapat menjadi preseden buruk penegakan hukum di Indonesia, disisi lain ketidakmampuan Gakkum KLHK dan Kejati memproses Anugrah Anca.
Dan ini kata Eko, dapat membangun asumsi bahwa pertambangan tanpa izin dapat dikelola dengan mudah, mengingat izin pertambangan merupakan upaya pembatasan dan perlindungan pemerintah terhadap masyarakat.
“Saya berharap Gakkum KLHK transparan dan kembali menguak kasus ini, dan kami percaya Kejati Sultra di bawah komando Kajati baru, mampu untuk segera melakukan penanahan terhadap Anugrah Anca,” Tutup Eko Rama.
Untuk diketahui dalam konferensi pers pihak Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun 2023 lalu menyebutkan di lokasi, tim menemukan adanya kegiatan penambangan dengan menggunakan alat berat excavator.
Selanjutnya tim melakukan pengamanan barang bukti, pengambilan keterangan terhadap operator excavator, pengawas lapangan dan Kepala Dusun II Lowani Desa Oko-Oko, serta melakukan pemasangan plang segel (Penghentian Pelanggaran Tertentu) di lokasi penambangan ilegal seluas 23,84 Ha.
Editor: Redaksi