JAKARTA, SULTRACK.COM – Persatuan Pemuda dan Mahasiswa (PERSAMA) Sultra-Jakarta menggelar aksi demonstrasi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI serta Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM RI, Kamis (11/12/2025).
Aksi tersebut merupakan bentuk keprihatinan dan gerakan moral terhadap kondisi lingkungan di kawasan pertambangan Sulawesi Tenggara (Sultra), khususnya di wilayah operasi PT Geomineral Inti Perkasa (GIP) yang berlokasi di Desa Wanggudu, Kabupaten Konawe Utara (Konut).
Dalam aksi tersebut, Nabil Dean dan Edrian Saputra menyampaikan sejumlah poin terkait dugaan ketidakpatuhan perusahaan (PT GIP), terhadap kewajiban pengelolaan lingkungan. Mereka menilai bahwa berbagai laporan masyarakat dan temuan di lapangan menunjukkan adanya indikasi aktivitas pertambangan yang belum sepenuhnya memenuhi standar dan regulasi yang berlaku.
Nabil Dean dalam orasinya menyampaikan bahwa pihaknya mendorong pemerintah melakukan tindakan nyata dalam menangani persoalan lingkungan yang dianggap semakin memprihatinkan. Ia menekankan bahwa reklamasi pasca tambang merupakan kewajiban yang tidak boleh diabaikan oleh perusahaan pertambangan mana pun, terlebih jika aktivitas tersebut berada dekat dengan kawasan pemukiman dan ruang hidup masyarakat.
“Kami hadir di sini bukan untuk menghakimi, tetapi untuk menyuarakan kebutuhan masyarakat dan kepentingan lingkungan hidup. Setiap perusahaan yang beroperasi di sektor pertambangan wajib memenuhi kewajiban lingkungan, termasuk reklamasi pasca tambang. Jika ada dugaan pelanggaran, pemerintah harus segera melakukan pemeriksaan dan menghentikan seluruh aktivitas perusahaan sampai semuanya jelas,” serunya.
Ia juga menambahkan bahwa penyegelan sementara dan penghentian aktivitas pertambangan PT Geomineral Inti Perkasa sangat diperlukan sebagai langkah kehati-hatian negara untuk mencegah dampak ekologis yang lebih besar. Menurutnya, pencegahan jauh lebih penting daripada penanganan setelah kerusakan terjadi.
Sementara itu, Edrian Saputra menyoroti pentingnya audit menyeluruh terhadap seluruh operasi pertambangan perusahaan tersebut. Ia menilai bahwa audit adalah instrumen wajib untuk memastikan bahwa setiap kegiatan penambangan berjalan sesuai ketentuan teknis, perizinan, serta standar perlindungan lingkungan.
“Audit menyeluruh bukan hanya kepentingan pemerintah, tetapi juga kepentingan publik. Bila ada dugaan ketidaksesuaian, maka proses audit harus diperkuat dan dilakukan secara terbuka. Kami juga menegaskan bahwa penerbitan RKAB PT GIP tidak boleh dilakukan sebelum seluruh hasil audit dinyatakan tuntas dan sesuai standar,” jelas Edrian.
Menurutnya, penerbitan izin atau RKAB tanpa memastikan kepatuhan perusahaan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang lebih besar. Oleh karena itu, pihaknya menegaskan sikap untuk menolak penerbitan RKAB PT Geomineral Inti Perkasa apabila dugaan ketidakpatuhan masih ditemukan di lapangan.
Dalam aksi tersebut, massa membawa spanduk yang berisi seruan moral agar pemerintah meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas pertambangan di Sultra. Mereka menilai bahwa isu pertambangan bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga menyangkut keselamatan jangka panjang dan keberlanjutan lingkungan hidup masyarakat sekitar.
“Kami akan terus mengawal isu ini hingga KLH dan Dirjen Minerba ESDM RI memberikan penjelasan resmi dan langkah tegas terhadap dugaan ketidaksesuaian PT Geomineral Inti Perkasa (PT GIP) yang kami suarakan. Lingkungan adalah aset masa depan bangsa, dan kami sebagai generasi muda berkewajiban menjaganya,” pungkasnya.
Editor: Redaksi






























