KENDARI, SULTRACK.COM – Ditengah situasi kekaburan kepastian hukum yang dialami Ainun Indarsih, dalam melawan perusahaan pemurnian biji nikel berlabel proyek strategi nasional (PSN) PT VDNI dan PT OSS, terkait sengketa lahan, kini terendus adanya dugaan “main mata” Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Unaaha dalam perkara tersebut.
Diketahui Ainun Indarsih, pihak yang memperkarakan PT VDNI dan PT OSS atas penguasaan lahan seluas 200×400 meter persegi di Desa Polara, Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) secara ilegal.
Hal itu dibuktikan dengan 6 putusan yang Pengadilan yang secara tegas memutus Ainun Indarsih sebagai pemilik sah lahan tersebut. Sedangkan PT OSS, hanya berlandaskan kepemilikan SHGB yang diperoleh secara ilegal, dan SHGB atas objek sengketa itu sendiri sudah pernah ditolak dalam sidang Peninjauan Kembali (PK).
Upaya permohonan eksekusi lahan pun diajukan, sempat dilakukan peninjauan lokasi (Konstatering) di area sengketa yang sudah dimenangkan Ainun Indarsih. Namun, kejanggalan terjadi eksekusi yang seharusnya berjalan lancar dengan dasar hukum yang sudah terang benderang, justru tertunda akibat PN Unaaha terima permohonan gugatan perlawanan eksekusi PT OSS.
Tampak tidak tunduk pada putusan serta merta yang seharusnya tetap dapat dilaksanakan meskipun ada perlawanan. Sikap ini menjadi pertunjukan yang kontras. Padahal, penetapan eksekusi merupakan keputusan Ketua PN yang sangat pruden, biasanya diambil dengan penuh kehati-hatian, analisa hukum mendalam, detail, komprehensif, serta pertimbangan hukum yang kuat, termasuk memperhatikan kekuatan putusan serta merta.
Ketua PN sebenarnya dapat menolak gugatan perlawanan eksekusi dengan dasar kepatuhan pada putusan Pengadilan, khususnya putusan serta merta. Perlu ditegaskan, putusan serta merta bukanlah putusan yang mudah dikabulkan.
“Jenis putusan ini hanya diberikan jika sebelumnya sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dan mempunyai hubungan erat dengan pokok gugatan yang diajukan persis seperti kondisi perkara kami,” ucap Erytnanda Akbar, suami Ainin Indarsih dalam keterangan tertulisnya yang diterima awak media ini, Rabu (24/9/2025).
Kecurigaan atas keberpihakan PN Unaaha ke PT OSS dengan menerima gugatan perlawanan eksekusi, mulai nampak. Ia mengatakan, disaat perkara sedang dalam proses sidang, dirinya menerima pesan melalui WhatsApp dari seseorang berinisial GA.
Ia menyampaikan bahwa akan ada utusan yang dikirim oleh Ketua Majelis Hakim inisial RDZ untuk menemuinya, dan ia diminta sebaiknya menerima utusan tersebut. Menurut cerita GA, ucapan RDZ disampaikan langsung kepadanya ketika berada di Kantin PN Unaaha.
Tak lama setelah pesan dari GA, Akbar kembali dihubungi seorang kenalan lain berinisial PHB. Ia mengajak bertemu di Unaaha dan berniat mengenalkannya dengan seseorang yang bekerja di PN Unaaha. PHB menjelaskan bahwa orang PN tersebut memiliki kedekatan dengan perusahaan PT VDNI dan PT OSS, serta dapat
menjadi perantara untuk mendamaikan Ainun Indarsih dengan pihak perusahaan.
Menariknya kata dia, GA dan PHB adalah dua orang yang tidak saling mengenal, tetapi memberikan informasi serupa adanya pihak PN Unaaha yang ingin menemui dirinya. Terkait ajakan PHB, ia akhirnya mengiyakan setelah sebelumnya menolak tiga kali.
“Penolakan tersebut semata-mata karena lokasi pertemuan yang diminta selalu di Unaaha. Saya khawatir terhadap faktor keamanan, baik risiko terhadap keselamatan jiwa maupun potensi jebakan hukum atau masalah sejenis,” tuturnya.
Empat Kali Pertemuan Gelap dengan Okum Hakim PN Unaaha
Dalam pertemuan perdana disalah satu Warkop ternama di Kota Kendari, Akbar mengira dirinya akan bertemu staf atau yang paling tinggi Panitera Muda. Namun betapa kagetnya, yang dirinya ketemukan adalah anggota Hakim inisial YAP yang menangani perkara gugatan perlawanan eksekusi PT OSS terhadap istrinya.
Dalam pertemuan itu, terungkap sejumlah hal mengejutkan. Pertama, Hakim YAP menyampaikan bahwa dirinya diminta petinggi perusahaan untuk mendamaikan pihak perusahaan dengan Ainun Indarsih, dengan syarat Ainun Indarsih harus menurunkan harga lahan dari nilai yang sebelumnya dibahas dalam ruang mediasi pengadilan.
Dimana di pertemuan mediasi tersebut, disepakati bahwa harga lahan diturunkan dari Rp90 miliar menjadi Rp28 miliar. Kedua, Hakim YAP meminta fee sebesar Rp2 miliar untuk dirinya, tim, dan petinggi PN Unaaha. Dengan demikian, total harga yang akan ditawarkan kepada perusahaan adalah Rp30 miliar.
“Ketiga, Hakim YAP menawarkan untuk mempertemukan saya dengan perwakilan
resmi dari PT VDNI dan PT OSS dalam pertemuan kedua, guna menyepakati tawar-menawar harga lahan secara langsung,” beber Akbar.
Pertemuan kedua terjadi sekitar tiga minggu setelah pertemuan pertama, tepatnya pada 26 Januari 2025, di tempat yang sama. Dalam pertemuan ini, Hakim YAP meminta maaf karena tidak dapat menghadirkan perwakilan dari PT VDNI dan PT OSS.
Hakim YAP berjanji akan menjadwalkan di pertemuan ketiga dengan menghadirkan perwakilan perusahaan, untuk membahas detail harga hingga tercapai kesepakatan seperti yang ia janjikan di pertemuan pertama. YAP juga meminta Akbar untuk tidak membocorkan tentang pertemuan ini kepada kuasa hukumnya Andri Darmawan.
Dari pertemuan kedua ini, Akbar menilai bersifat basa-basi, karena Hakim YAP berusaha menjaga kepercayaan dirinya setelah tidak menepati janjinya.
“Secara tidak sengaja, saya bertemu dengan seorang fotografer yang saya kenal, dan meminta ke fotografer itu untuk mendokumentasikan pertemuan secara candid,” ungkap dia.
Dua pekan setelah, Akbar dan Hakim YAP kembali bertemu, tepatnya 8 Februari 2025. Disitu menghasilkan beberapa poin penting, yang mana Hakim YAP menyampaikan bahwa PT VDNI dan PT OSS telah mengubah sikap dan tidak bersedia membayar sebelum putusan gugatan perlawanan eksekusi ditetapkan.
YAP berjanji akan menanyakan kehendak Majelis Hakim lain sebelum rapat
permusyawaratan hakim. YAP juga mengajak dirinya untuk bertemu kembali antara tanggal 10-13 Februari 2025 dan memastikan jadwal putusan akan molor dua hingga tiga kali.
Akbar merasa pertemuan ini semakin menjauh dari tujuan damai yang dijanjikan sebelumnya, dan mulai kehilangan kepercayaan dan curiga bahwa YAP memiliki agenda tersembunyi.
Sempat ia menyimpulkan bahwa keengganan perusahaan untuk membayar sebelum putusan menunjukkan bahwa pertemuan selama ini hanyalah trik agar YAP bisa mendapatkan keuntungan dari perusahaan, bahkan ia memiliki firasat bahwa pihak Ainun Indarsih akan dipaksa kalah atau diarahkan untuk menyuap agar bisa menang.
“Karena tidak ingin terlibat dalam suap dan sudah tidak percaya pada YAP, saya menolak ajakan pertemuan selanjutnya melalui PHB, perantara YAP,” ucap Akbar.
Singkat cerita, pasca dua pekan berlalu pertemuan antara dirinya dengan Hakim YAP, ia tiba-tiba dihubungi PHB, dan disitu dikabarkan bahwa ada desakan dari Hakim
Yap untuk bertemu kembali.
Meskipun awalnya menolak karena tidak menghindari pembahasan yang mengarah ke suap Akbar lalu mengiyakan setelah PHB meyakinkannya bahwa pertemuan ini akan membahas angka pembayaran dari perusahaan. Karena PHB berhalangan ikut hadir, ia diminta berkomunikasi langsung dengan YAP. Inilah untuk pertama kalinya ia berkomunikasi lewat WhatsApp dengan YAP.
Dalam pertemuan itu, Hakim YAP menyatakan bahwa perusahaan hanya sanggup membayar Rp10 miliar. YAP menjelaskan bahwa Majelis Hakim dan perusahaan telah sepakat untuk
memenangkan PT OSS dalam putusan yang akan dikeluarkan pada 24 Februari
2025, dengan alasan keberadaan SHGB.
Ketua PN disebut telah mengumpulkan Majelis Hakim dan menegaskan bahwa ia akan tetap menerbitkan pembatalan eksekusi karena keberadaan SHGB PT OSS, terlepas dari siapapun yang Majelis Hakim menangkan.
Hakim YAP membujuk Akbar agar pihak Ainun tidak mengajukan banding setelah kalah dalam putusan PN Unaaha. YAP juga menyarankan agar setelah kekalahan Ainun Indarsih berkekuatan hukum tetap atau inkracht, Ainun Indarsih dapat mengajukan gugatan baru untuk membatalkan SHGB PT OSS.
Hakim YAP meyakinkan bahwa ia akan mengawal dan membantu gugatan baru tersebut, dan bahkan Hakim YAP mengklaim bahwa apa yang ia lakukan dan sarankan telah didukung oleh Pejabat Hakim di Pengadilan Tinggi (PT) Sultra dan Senior Asisten Kepala Kamar Perdata Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI).
“YAP membujuk saya bahwa meskipun kalah, Ainun Indarsih akan tetap dibayar 14 hari setelah masa banding berakhir,” jelasnya.
Ketua PN Unaaha dan Tiga Majelis Hakim di Laporkan ke Komisi Yudisial
Kuasa Hukum Ainun Indarsih, Andri Darmawan mengatakan, suami kliennya melaporkan Ketua PN Unaaha, Ketua Majelis Hakim yang menangani perkara gugatan perlawanan eksekusi PT OSS, dan dua anggota Majelis Hakim ke Komisi Yudisial (KY) RI.
Ia menyebut, laporan tersebut berkaitan dengan gugatan perlawanan eksekusi PT OSS, yang mana ada tindakan nonprodural oknum Hakim PN Unaaha menginisiasi pertemuan dengan maksud memediasi antara PT VDNI-PT OSS dan Ainun melalui suami kliennya.
“Ada beberapa pertemuan hakim dengan suaminya klien, dia menawarkan untuk memediasi dengan OSS. Semua bukti percakapan, rekaman suara, rekaman CCTV sudah diserahkan saat melapor ke Komisi Yudisial RI,” kata Andri.
Menurut Andri, ajakan pertemuan oknum Hakim PN Unaaha tersebut, sesuatu yang perlu dipertanyakan, sebab dalam aturan mediasi hanya boleh dilakukan di ruang mediasi pengadilan, bukan dilakukan secara personal, apalagi melibatkan langsung hakim yang menangani perkara tersebut.
“Tidak boleh mediasi dilakukan diluar dari pengadilan,” tegasnya.
Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Sultra ini menambahkan, berdasarkan informasi yang diperolehnya, Komisi Yudisial RI telah memeriksa para terlapor.
“Minggu lalu, ada empat orang diperiksa Ketua PN Unaaha, dan tiga majelis hakim di Pengadilan Tinggi Sultra. Hadir salah satu Komisioner Komisi Yudisial RI,” jelas dia.
Hingga berita ini diturunkan, oknum Hakim YAP yang dihubungi awak media ini belum merespons atau menjawab pesan maupun mengangkat telepon saat dihubungi pada Pukul 19.13 Wita (pesan), Pukul 19.20 Wita (pesan suara), Pukul 20.15 Wita (telepon WhatsApp), dan Pukul 20.15 (telepon seluler).
Editor: Redaksi