BUSEL, SULTRACK.COM – Pemerintah Kabupaten Buton Selatan (Busel) kini menjadi sorotan dengan sederat masalah yang terjadi, salah satunya semrawutnya proses tender proyek yang diduga karena ulah oknum ASN berinisial NAS, Rabu (1/10/2025).
Oknum ASN tersebut, diduga mengatur proyek sehingga memicu proyek miliaran rupiah di Busel gagal, dan dana proyek yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) akhirnya ditarik oleh Pemerintah Pusat.
Proyek yang gagal tersebut, yakni proyek pembangunan Laboratorium Kesehatan (Labkesda) yang dibiayai dari DAK tahun 2025 dengan nilai Rp14,6 miliar. Dilansir dari sibersultra.com kegagalan tersebut disebabkan oleh gagalnya proses tender perencanaan proyek di lingkup Dinas Kesehatan.
Selain itu, keterlambatan dalam pelaksanaan lelang turut mempersempit waktu pelaksanaan. Sehingga dana yang seharusnya dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat harus ditarik kembali ke pusat.
Tak hanya proyek Labkesda yang mejadi sorotan publik, proses tender proyek Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan Penataan Halaman Kawasan PPI Sampolawa, dimana salah satu perusahaan yang mengikuti proses tender yaitu perusahaan lokal CV Sinar Timu, yang dinyatakan memenuhi seluruh syarat administrasi, teknis dan keuangan sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025, justru didepak dari status pemenang tanpa alasan tertulis dari panitia. Keputusan sepihak ini memantik kecurigaan publik atas adanya permainan tidak sehat dalam proses lelang tersebut.
Sederet permasalahan proses tender proyek oknum ASN inisial NAS pun menjadi sorotan yang diduga sebagai pengatur proyek di Kabupaten Busel, yang merupakan utusan pimpinan tertinggi Kabupaten Busel. Kelompok Mahasiswa Anti Rasua (MAR) yang dilansir dari Liputan360.com ada dua nama diduga menjadi mafia proyek yaitu NAS dan ID.
Dalam laporan MAR, ID digambarkan sebagai sosok yang sangat dekat dengan pucuk pimpinan daerah. Kedekatan ini membuatnya mendapat julukan “pengatur proyek”. Hampir setiap tender dan penunjukan langsung disebut tidak lepas dari campur tangan ID, baik dalam tahap penentuan pemenang maupun dalam distribusi fee proyek.
Nama CV Titik Noktah Engineering (TNE) mencuat karena diduga menjadi perusahaan “titipan” yang kerap memenangkan proyek meski proses tender tidak berjalan transparan. TNE disebut-sebut memperoleh dukungan langsung dari ID.
Berbeda dengan ID yang lebih banyak berperan di balik layar, NAS disebut menjalankan fungsi sebagai penghubung antara pihak rekanan, kontraktor, hingga pejabat daerah. Perannya memastikan arahan ID dapat dieksekusi mulus di lapangan, termasuk dalam urusan negosiasi dengan ULP maupun dinas terkait.
Beberapa sumber MAR menuturkan, NAS kerap hadir dalam pembicaraan awal terkait paket proyek, terutama dalam memastikan siapa saja yang “layak” memenangkan tender. Pola ini menguatkan dugaan adanya rekayasa sistematis dalam proses pengadaan barang dan jasa di Busel.
Salah satu proyek yang jadi sorotan adalah rehabilitasi Pelabuhan Rakyat Batu Atas senilai Rp1,45 miliar. Hasil pekerjaan yang dinilai jauh dari standar membuat Ketua DPRD Busel, Dodi Hasri, kecewa secara terbuka. Proyek ini disebut sebagai contoh nyata bagaimana intervensi jaringan NAS dan ID berdampak pada kualitas pembangunan.
MAR menilai pola pengaturan proyek yang melibatkan NAS dan ID jelas melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jika terbukti ada arahan dari pejabat tinggi, maka praktik ini masuk ranah tindak pidana korupsi sesuai Undang-Undang Tipikor.
“Tidak bisa dibiarkan. Kalau benar NAS dan ID bermain atas restu kepala daerah, ini jelas masuk kategori korupsi terstruktur. KPK harus segera turun ke Busel,” tegas Ramadhan, Koordinator MAR.
Editor: Redaksi