JAKARTA, SULTRACK.COM – PT TMS, perusahaan pertambangan nikel yang beroperasi di Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara (Sultra), telah menjadi sorotan publik akibat serangkaian perubahan kepemilikan saham yang kontroversial dan dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Perusahaan yang berdiri sejak 2003 ini memiliki sejarah panjang sengketa hukum dan perubahan kepemilikan saham yang kompleks.
Perubahan saham dan struktur kepengurusan tersebut tidak terlepas adanya oknum petinggi negara, yang sengaja membekingi hingga mengeruk dan merusak lingkungan pulau Kabaena Timur, Kabupaten Bombana itu.
Kronologi Kepemilikan Saham dan Sengketa Hukum PT TMS
Pendirian awal pada tahun 2003, PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS), didirikan pada 24 Desember 2003 dengan Akta Notaris Asbar Imran Nomor 62. Struktur kepemilikan saham awal: Amran Yunus (AY): 40%, Muhammad Lutfi (ML): 30%, Ali Said (AS): 30%.
Sementara Pada tahun 2013 PT TMS mendapat IUP Operasi Produksi (OP) dengan luas wilayah 5.891 Ha di Kecamatan Kabaena Timur, Kabupaten Bombana.
Terjadi Perubahan Saham Secara Ilegal Tahun 2017
Pada Tanggal 27 Januari 2017 telah terjadi perubahan anggaran dasar (AD) dan pengalihan saham melalui Akta Notaris Rayan Riyadi Nomor 75, yang kemudian terbukti dipalsukan.
Perubahan ini mengakibatkan perubahan struktur kepemilikan saham menjadi, Amran Yunus (AY): 70%, Asmawati (AST): 30%.
Sehingga dalam perkara Pidana dan Perdata terbukti secara sah adanya pemalsuan tanda tangan dari Muhammad Lutfi dan Ali Said, pada dokumen RUPSLB.
Proses Pembangkangan Hukum
Perkara pidana terbukti tindak pidana pemalsuan Akta Otentik Nomor 75. Beberapa pihak, termasuk Amran Yunus, divonis hukuman penjara. Putusan ini telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Sementara pada perkara perdata terbukti perbuatan melawan hukum dalam pembuatan Akta Nomor 75. RUPSLB tanggal 16 Januari 2017 dan semua perubahan setelahnya dinyatakan batal demi hukum.
Berdasarkan salinan Putusan PK MA RI No. 850 PK/PDT/2023 Tgl. 21 Desember 2023, dengan amar putusan menyatakan bahwa batal dan tidak sah RUPSLB PT TMS yang dituangkan dalam Akta No. 75 tgl 27 jan 2017, serta setiap dan seluruh Rapat Pemegang Saham termasuk perubahan Anggaran Dasar PT Tonia Mitra Sejahtera, dalam bentuk apapun itu yang dibuat dan dilakukan setelah tanggal 16 januari 2017 adalah tidak Sah, tidak mengikat dan batal demi hukum.
Perubahan Kepemilikan Selanjutnya 2017-2024
Terjadi serangkaian perubahan kepemilikan saham dan susunan pengurus yang kompleks, melibatkan berbagai perusahaan dan individu.
Perubahan-perubahan ini tercatat dalam akta notaris yang berbeda-beda, menunjukkan dinamika yang tinggi dalam struktur kepemilikan PT TMS.
Pada tanggal 29 Maret 2024 Akta Notaris Dino Irwin tengkano dengan nomor Akta 04 terjadi perubahan dengan susunan pemegang saham PT SP Setia Internasional sebanyak 35%, Muhammad Lutfi memiliki saham sebanyak 30%, Ali said memiliki saham 20%, PT Cahaya Kabaena Nikel sebanyak 14% dan PT Bani Kutup Ria sebanyak 1%.
Kemudian tanggal 21 maret 2024 Akta Notaris no 06 Notaris Dino Irwin Tengkano melakukan pengalihan saham PT TMS dengan susunan pemegang saham PT SP Setia Internasional sebanyak 35%, Muhammad Lutfi memiliki saham 7%, Ali Said memiliki saham sebanyak 7%, PT Cahaya Kabaena Nikel memiliki saham 50% dan PT Bani Kutup Ria memiliki saham 1%.
Produksi dan Penjualan Secara Ilegal
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung No.850 PK/Pdt/2023 juncto Putusan Kasasi No.1030 K/Pdt/2022 Juncto Putusan Pengadilan Tinggi Kendari No.76/Pdt/2021PT KDI juncto Putusan Pengadilan Negeri Kendari No.83/Pdt.G/2020/PN Kdi.
PT TMS versi ilegal yang didalam perusahaan tersebut terdapat perusahaan PT Tribhuwana Sukses Mandiri (TSM), PT Bintang delapan Tujuh Abadi (BDTA), PT Dua delapan Investama (DDI), PT Adia Mitra Sejahtera (AMS), dan PT Segara Kilau Mas (SKM).
Tercatat ada 5 perusahaan diduga telah melakukan penjualan ore nikel dalam jumlah besar dari tahun 2019 hingga 2023, baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
Total penjualan ore nikel dari 2019 sampai 2023 sebanyak 14.494.062 Wmt.
Sementara itu, akibat perubahan kepemilikan saham secara ilegal tersebut artinya telah terjadi penambangan ilegal selama tahun 2017 sampai tahun 2024.
Penambangan tersebut mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Tak hanya itu, sampel air disekitar area tambang menunjukkan kandungan logam berat yang melebihi batas aman. Temuan ini memicu kekhawatiran akan risiko kesehatan bagi masyarakat setempat.
Pulau Kabaena, dengan luas kurang dari 2.000 Km², juga dianggap rentan terhadap eksploitasi berlebihan, yang melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Diketahui, sebelumnya, Sekretaris Center of Energy and Resources (CERI) Hengki Seprihadi, pada Jum’at (17/1/2025) mengatakan bahwa menurut penelusuran CERI pada Website MODI Kementerian ESDM, 25 persen saham PT TMS dimiliki oleh PT Bintang Delapan Tujuh Abadi.
“Penelusuran CERI lebih lanjut, kami menemukan bahwa 99 persen saham PT Bintang Delapan Tujuh Abadi ternyata tercatat sebagai milik Alaniah Nisrina. Sedangkan 1 persen sisanya dimiliki oleh Arinta Nila Hapsari,” ungkap Hengki.
Dilansir CERI sebelumnya, lanjut Hengki, Arinta Nila Hapsari tak lain merupakan istri Gubernur Sulawesi Tenggara terpilih pada Pilkada 2024, Andi Sumangerukka. Belakangan, Arinta Nila Hapsari juga dijuluki Ratu Nikel Sultra.
“Sedangkan nama Alaniah Nisrina, belakangan terungkap merupakan anak kandung dari pasangan Ratu Nikel Arinta Nila Hapsari dan Gubernur Sultra Terpilih Andi Sumangerukka,” kata Hengki dalam keterangan tertulisnya.
Dijelaskan Hengki, Andi Sumangerukka tak lain seorang prajurit TNI yang ternyata memiliki karir cukup mentereng di militer. Ia tak lain merupakan Kepala Badan Intelijen Daerah (Kabinda) Sultra periode 2015-2019. Tak lama berselang, Andi Sumangerukka dipromosikan menjadi Pangdam XIV/Hasanuddin dan menjabat sejak tahun 2020 hingga tahun 2021.
Berdasarkan rilis harta kekayaan calon kepala daerah di laman LHKPN KPK, kekayaan Andi Sumangerukka mencapai Rp632 miliar.
Jumlah tersebut menempatkan Andi Sumangerukka sebagai gubernur terkaya kedua se-Indonesia di Pilkada 2024.
Editor: Redaksi